SARANA BERPIKIR ILMIAH


Dari titik ini, sedang kita tarik garis lurus ke titik berikutnya.
Segala komponen tidak jelas. 
Dalam soal yang sederhana.
Taufik Ismail


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perbedaan utama antara manusia dan binatang terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan kelauar dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari obyek yang diinginkannya atau membuang benda yang menghalanginya. Dengan demikian kita sering melihat seorang monyet yang menjangkau dengan sia-sia benda yang diinginkan, sedangkan manusia yang paling primitif pun telah tahu mempergunakan kayu, tali atau melempar dengan batu. Manusia sering disebut sebagai Homo faber, makluk yang membuat alat dan kemampuan membuat alat itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan tersebut juga memerlukan alat-alat.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berpikir ilmiah merupakan berpikir dengan langkah-langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menguji hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah-langkah berpikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat atau sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berpikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau dengan perkataan lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Sarana berpikir ilmiah ini, dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui salah satu karakteristik dari ilmu umpamanya adalah penggunaan berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat dikatakan bahwa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda dengan metode ilmiah.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah. Atau secara lebih sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jelaslah sekarang kiranya mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya, sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
Bagi seorang ilmuwan penguasaan sarana berpikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa penguasaan sarana ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah yang baik. Penguasaan sarana ilmiah sangat penting agar dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan ilmu yang benar.

B.     Tujuan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk membahas dan memahami tentang sarana berpikir ilmiah, meliputi:
1.      Pengertian sarana berpikir ilmiah
2.      Tujuan sarana berpikir ilmiah
3.      Fungsi sarana berpikir ilmiah



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sarana Berpikir Ilmiah
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Dengan berpikir manusia dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof". Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
Sarana ilmiah merupakan suatu alat, dengan alat ini manusia melaksanakan kegiatan ilmiah. Pada saat manusia melakukan tahapan kegiatan ilmiah diperlukan alat berpikir yang sesuai dengan tahapan tersebut. Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan menggunakan alat-alat berpikir yang benar.
Untuk mendapatkan ilmu diperlukan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir diperlukan untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik dan teratur. Sarana berpikir ilmiah ada empat, yaitu: bahasa, logika, matematika dan statistika (Suriasumantri, 2010:167). Sarana berpikir ilmiah berupa bahasa sebagai alat komunikasi verbal untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, logika sebagai alat berpikir agar sesuai dengan aturan berpikir sehingga dapat diterima kebenarannya oleh orang lain, matematika berperan dalam pola berpikir deduktif sehingga orang lain lain dapat mengikuti dan melacak kembali proses berpikir untuk menemukan kebenarannya, dan statistika berperan dalam pola berpikir induktif untuk mencari kebenaran secara umum.

B.     Tujuan sarana berpikir ilmiah
Tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan sekiranya sarana berpikir ilmiah memang kurang dikuasai. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang cermat tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat? Demikian juga bagaimana seseorang bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistika? Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini bukan berarti bahwa kita tidak peduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah. Sering kita melakukan rasionalisasi untuk membela kekurangan kita atau bahkan kompensasi, dengan menggunakan kata-kata muluk untuk menutup ketidaktahuan.
Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Harus dibedakan antara tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah dan tujuan mempelajari ilmu. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah agar dapat melakukan kegiatan penelaahan ilmiah. Untuk memaksimalkan kemampuan manusia dalam berpikir menurut kerangka berpikir yang benar maka diperlukan pengetahuan tentang sarana berpikir ilmiah dengan baik pula. Manusia mempelajari ilmu agar dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Dengan ilmu yang telah dipelajarinya manusia dapat meningkatkan kemakmuran hidupnya.

C.    Fungsi sarana berpikir ilmiah
Sarana berpikir ilmiah mempunyai fungsi yang khas, sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah hanyalah alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu. Untuk dapat menggunakan sarana berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan bahasa, logika, matematika dan statistika.
1.      Bahasa
Dapatkah kita membayangkan seandainya binatang dapat berbicara seperti manusia? Jika si Alex sedang makan pisang, maka monyet si Alex tidak sekedar cuma mengernyit-ngernyitkan dahinya dalam frustasi, melainkan dengan lantang berkata, “bagi-bagi dong Lex pisangnya!”. Dan bukan cuma berhenti di situ saja, dia pun mungkin akan belajar menanam pisang itu sendiri, sebab dengan menguasai bahasa maka dia akan menguasai pengetahuan.
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi antar manusia, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa seorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah secara sistematis dan teratur.
Salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuan manusia berbahasa. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya adalah kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir membantu untuk mengkomunikasikan jalan pikiran kepada orang lain. Berpikir sebagai hasil kegiatan otak manusia tidak akan ada artinya apabila tidak diketahui oleh orang lain. Cara untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain adalah menggunakan sarana bahasa.
Banyak ahli yang bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengertian bahasa. Sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara penyampaiannya. Bloch and Trager (dalam Bakhtiar, Amsal, 2011:176) mengatakan bahwa a language is a system of arbitrary vocal symbol by means of which a social group cooperates (bahasa adalah suatu system symbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi). Senada dengan definisi ini, Joseph Broam (dalam Bakhtiar, Amsal, 2011:176-177) mengatakan bahwa a language is a structured system of arbitrary vocal symbol by means of wich members of social group interact (suatu system yang berstruktur dari symbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain).
Batasan di atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsure yang terdapat didalamnya:
a.      Simbol-simbol.
Simbol-simbool berarti atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.
b.      Simbol-simbol vocal.
Simbol-simbol yang membangun ajaran manusia adalah simbol-simbol vocal, yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau alat tubuh dengan sistem pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut didengar oleh orang lain dan harus di artikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari yang lainnya.
c.       Simbol-simbol arbitrer.
Istilah arbitrer di sini bermakna “suka-suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya.  Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk menyatakan jenis binatang yang disebut Equua Caballus, orang inggris menyebutnya horse, orang perancis  cheval, orang Indonesia kuda, dan orang arab hison. Semua kata ini sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan  secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
d.      Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.
Dalam beberapa bahasa, bunyi-bunyi tertentu tidak dapat dipakai di awal kata, yang lainnya tidak dapat dipakai atau menduduki posisi akhir kata. Gabungan bunyi dan urutan bunyi membuktikan betapa pentingnya kriteria kecocokaan dan permulaan yang teratur rapi. Permulaan ini jelas bersifat intuitif yang merupakan sifat tidak sadar. Walaupun telah ditelaah para sarjana, diciptakan dan telah dipergunakan oleh manusia yang biasanya tidak sadar akan adanya suatu “sistem berstruktur” yang mendasari ajaran mereka.
e.       Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain
Para ahli sosial menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Dengan bahasa para anggota masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial.
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
Telah diutarakan sebelumnya bahwa bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, berbeda dengan bahasa agama. Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam ilahi yang terabadikan kedalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok social. Walaupun ada perbedaan antara kedua bahasa ini namun keduanya merupakan sarana untuk menyampaikan sesuatu dengan gaya bahasa yang khas. Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah selalu dituntut secara deskriftif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahsa agama selain menggunakan gaya deskriftif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang dikandung selalu bersifat imperative dan persuasive  dimana pengarang menghendaki si pembaca mengikuti pesan pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks. Bahasa agama berasal dari Tuhan tidaklah selalu tidak baik, di mana Dia Maha Bijak dalam memilah dan memilih ungkapan yang tepat dan sesuai dengan ruang, waktu, dan objek yang dituju. Bahasa ilmiah yang nota bene kreasi manusia bagaimanapun indahnya gaya bahasanya dan teratur urutan katanya namun tetap akan berhadapan dengan kritik dan saran dari para pembaca.  Dengan demikian, tampaklah kelebihan dan kekurangan antara bahasa ilmiah yang di gunakan manusia dalam kegiatan ilmiahnya dengan bahasa agama yang dipesankan Tuhan kepada manusia untuk menyampaikannya.
Keberadaan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ternyata memiliki kelemahan-kelemahan yang melekat pada bahasa tersebut. Bahasa sulit dilepaskan dari emosi dan sikap seseorang, sedangkan bahasa sebagai sarana ilmiah dituntut untuk obyektif agar informasi yang dikomunikasikan dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Kelemahan  berikutnya adalah sulit untuk mendefinisikan suatu obyek dengan sejelas-jelasnya, terkadang karena keinginan untuk memberikan penjelasan yang detil tentang suatu obyek, yang terjadi justru komunikasi yang dilakukan terkesan bertele-tele dan menjadi tidak jelas.
Kelemahan bahasa juga dapat dilihat dari keberadaan beberapa kata yang yang memiliki arti sama atau sebaliknya beberapa arti cukup menggunakan satu kata saja. Selain itu, ada kelemahan bahasa lain yaitu bahasa sulit dilepaskan dari emosional seseorang. Ada makna-makna tertentu yang dapat ditambahkan pada makna sebenarnya sebagai akibat emosional seseorang.
2.      Logika
Alkisah, menurut cerita yang terdapat dalam khasanah humor ilmiah, seorang peneliti ingin menemukan apa sebenarnya yang menyebabkan manusia itu mabuk. Untuk itu dia mengadakan penyelidikan dengan mencampurkan berbagai minuman keras. Mula-mula dia mencampur air dengan wiski luar negeri yang setelah dengan habis diteguknya maka dia pun terkapar mabuk. Setelah siuman dia mencapur air dengan wiski local yang diminum di pinggir jalan sambil mengisap kretek, ternyata campuran ini menyebabkan dia mabuk. Akhirnya dia mencampur air dengan tuak yang juga seperti kedua campuran terdahulu, menyebabkan dia mabuk. Berdasarkan penelitian itu maka dia menyimpulkan bahwa airlah yang menyebabkan manusia itu mabuk. Benar-benar masuk akal bukan, namun apakah hal itu benar?
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan dengan cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih” (William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian dalam Suriasumantri, 2010: 46).
Menurut Bakhtiar (2011:212), ”Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu”.
Sebagai sarana berpikir ilmiah, logika mengarahkan manusia untuk berpikir dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Dengan logika manusia dapat berpikir dengan sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir dengan benar maka harus menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Dengan logika dapat dibedakan antara proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang salah.
Menurut Susanto (2011:146), ada tiga aspek penting dalam memahami logika, agar mempunyai pengertian tentang penalaran yang merupakan suatu bentuk pemikiran, yaitu pengertian, proposisi, dan penalaran. Pengertian merupakan tanggapan atau gambaran yang dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan yang dipahami, atau merupakan hasil pengetahuan manusia mengenai realitas. Proposisi atau pernyataan adalah rangkaian dari pengertian-pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau merupakan pernyataan mengenai hubungan yang terdapat di antara dua buah term. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan pengetahuan.
Keberadaan ketiga aspek tersebut sangat penting dalam memahami logika. Dimulai dari membentuk gambaran tentang obyek yang dipahami, kemudian merangkainya menjadi sebuah hubungan antar obyek, dan terakhir melakukan proses berpikir yang benar untuk menghasilkan pengetahuan. Tiga aspek dalam logika tersebut harus dipahami secara bersama-sama bagi siapapun yang hendak memahami dan melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa melalui ketiga proses aspek logika tersebut, manusia akan sulit memperoleh dan menghasilkan kegiatan ilmiah yang benar.
Terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan (Sumarna, 2008:150).
Kedua jenis logika berpikir tersebut bukanlah dua kutub yang saling berlawanan dan saling menjatuhkan. Kedua jenis logika berpikir tersebut merupakan dua buah sarana yang saling melengkapi, maksudnya suatu ketika logika induktif sangat dibutuhkan dan harus digunakan untuk memecahkan suatu masalah, dan pada saat lain yang tidak dapat menggunakan logika induktif untuk memecahkan masalah maka dapat digunakan logika deduktif. Seseorang yang sedang berpikir tidak harus menggunakan kedua jenis logika berpikir tersebut, tetapi dapat menggunakan satu logika berpikir sesuai dengan kebutuhan obyek dan kemampuan individunya.
3.      Matematika
Pasangan muda yang sedang berbulan madu. Kerena soal yang sepele, bertengkar dan tidak mau berbicara satu dengan yang lain. Setiap kali dilakukan usaha untuk berdamai usaha ini kandas disebabkan karena komunikasi yang selalu menjurus kepada emosi yang sedang peka, maklum telah tersinggung perasaan keduanya. Diam-diam kedua orang muda datang kepada orang tua, satu-satunya tamu yang lain di hotel tempat mereka berbulan madu, dan mengadukan halnya. Orang tua itu, yang kebetulan adalah dosen filsafat ilmu, membuka buku indeks diktat yang dikarangnya dan berfatwa, “bicaralah dengan bahasa matematika!”.
Ketika malam pun tiba dan rembulan menampakkan rona, suami muda itu mulai membuka ofensif bulan purnama. Dengan mata yang menatap tajam-tajam mata hitam istrinya, mata itu mengatakan segalnya, dan mengacungkan telunjuknya yang membentuk angka satu. Sang istri diam sejenak, terperangah dan terpana, perlahan-lahan menjawab dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Kini sang suami, melihat angka satunya dijawab dengan angka dua, terbungkam seribu bahasa. Mukanya mulai tampak memerah, matanya makin bertambah nyalang, kelihatan dia ragu-ragu. Namun perlahan-lahan diangkatnya tangan kanannya yang membentuk angka tiga dengan telunjuk, jari tengah dan jari manisnya. Sang istri berterian, lari dan menyusup dipelukannya. Kasih saying telah kembali ke sarangnya.
Dalam abad ke-21 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik matematika sangat sederhana hanya menghitung satu, dua, tiga, maupun yang sampai sangat rumit, misalnya perhitungan antariksa. Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah mempergunakan matematika, baik matematika sebagai pengembanagn aljabar maupun statistika. Hampir dapat dikatakan bahwa fngsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
a.      Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “x itu sama sekali tidak berarti”.
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang lambang matematika dapat dibuat bersifat artifisial dan individual yang merupakan ketentuan khusus untuk masalah yang sedang dikaji. Sebuah objek yang sedang dikaji dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai dengan ketentuan yang kita buat. Misalnya jumlah uang kita lambangkan dengan Y, jumlah buah mangga dilambangkan dengan X dan harga mangga per biji dilambang dengan B. Jika ditanya berapa nilai uang yang harus dibayar untuk mendapatkan sejumlah buah mangga dapat dilambangkan dengan Y = BX. Pernyataan dengan bahasa matematika bersifat jelas, tidak multitafsir dan terbebas dari konotasi emosional.
Kelebihan Matematika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah sifat kauntitatif matematika. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila membandingkan 2 benda yang berbeda misal tikus dengan kucing. Dengan bahasa verbal kita dapat menyampaikan bahwa kucing lebih besar dari tikus. Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh mengenai ukuran kucing dan tikus tersebut, maka kita akan menemukan kesulitan. Dan jika kita ingin menyampaikan secara eksakta berapa besar perbandingan kedua objek tersebut, maka bahasa verbal tidak dapat menyampaikannya. Dan untuk menjelaskan semua itu secara eksakta, maka memerlukan basaha matematika yang bersifat kuantitatif. Kesimpulannya, bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat.
b.      Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu empiric, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran).
Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.
Namun demikian tidak semua ahli filsafat setuju dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Emanuek kant (1724-1804) misalnya berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung pada dunia pengalaman kita. Selain itu, matematika juga dapat digunakan untuk kegiatan praktis sehari-hari misalnya untuk mengukur luas sebuah rumah diperlukan pengukuran dan perhitungan secara matematik.
c.       Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam, matematika memberikan kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang-lambang bilangan untuk perhitungan dan pengukuran, di samping hal lain seperti bahasa, metode, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala-gejala alam yang dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan pengamatan, di samping objek penelaahan yang tak berulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan kepada lambang-lambang bilangan. Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang digadapinya tidak mempunyai pengukuran yang mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak relevan.
Semoga perkembangan matematika tidak menimbulkan dikhotomi dalam cara berpikir dan mengembangkan dua pola kebudayaan dalam masyarakat. Kerangka pemikiran seorang ilmuwan bagaimanapun rumit dan dalamnya seyogyanya mampu dikomunikasikan dengan kata-kata yang sederhana.
Angka tidak bertujuan menggantikan kata-kata, pengukuran sekedar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok analisis utama. Teknik matematika yang tinggi bukan merupakan penghalang untuk mengkomunkasikan pernyataan yang dikandungnya dalam kalimat-kalimat yang sederhana. Kebenaran yang merupakan fundasi dasar dari tiap pengetahuan, apakah itu ilmu, filsafat atau agama? Semuanya mempunyai karakteristik yang sama sedrhana dan jelas, trasparan bagai Kristal kaca.
4.      Statistika
Suatu hari seorang anak kecil ayahnya membeli sebungkus korek api dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek. Tidak lama kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah berseri-seri, menyerahkan korek api yang kosong, dan berkata “korek api ini benar-benar bagus pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala”.
Tak seorang pun, saya kira yang bisa menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak kecil itu, namun bila semua pengujian dilakukan seperti ini lalu bagaimana nasib tukang buah? Demikian juga halnya dengan orang yang kecanduan lotere, bertanya dengan angin dan rumput-rumput yang bergoyangkah? “bagaimana caranya menang lotere?”. Pertanyaan yang rumit ini jawabnya ternyata sangat sederhana, beli saja semua karcis lotere. Namun bukan dengan jalan membeli semua karcis lotere itu, tentu saja yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya berpikir bagaimanacaranya memenangkan perjudian yang berdasarkan untung-untungan ini. Kita lihat dipinggir-pinggir jalan “para ahli matematika kaki lima” menguraikan rumus-rumusnya dalam meramalkan nomor yang akan menang, campuran antara metafisika, astrologi, astral dan 1001 omong kosong.
Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh Negara dan berguna bagi Negara. Secara etimologi, kata “statistic” berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan dengan dengan arti kata state (bahasa inggris), yang dalam bahasa Indonesia di terjemahkan dengan Negara. Pada mulanya, kata “statistic” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara”. Namun pada perkembangannya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja). Dari segi terminologi, dewasa ini istilah statistik terkandung berbagai macam pengertian.
Pertama, istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan. Kedua, sebagai kegiatan statistik kadang atau kegiatan perstatistikan. Ketiga, kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistic yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur menyajikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angkaitu dapat berbicara atau dapat memberikan makna tertentu. Keempat, istilah statistik dewasa ini juga dapat diberi pengertian sebagai “ilmu statistik”. Ilmu statistik tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistik. Jadi statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu.
Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan menggunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik kegiatan akademik maupun pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika.
Tujuan dari pengumpulan data statistika dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis dan kegiatan kelimuan. Kedua tujuan sebenarnya tidak mempunyai perbedaan yang hakiki karena kegiatan keilmuan merupakan dasar dari kegiatan praktis. Dalam bidang statistika, perbedaan yang penting dari kedua kegiatan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis hakikat alternative yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, paling tidak secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari alternative tersebut dapat di exaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi.
Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuag permasalahan mengenai banyaknya kasus yang kita hadapi. Dalam hal ini statistikka memberikan jalan keluar untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin besar contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
Statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahaun. Adapun langkah-langkah yang lazim digunakan dalam kegiatan keilmuan dapat dirinci sebagai berikut:
a.      Observasi.
Ilmuawan melakukan observasi mengenai apa yang terjadi, mengumpulakn dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang diselidikinya. Peranan statistika dalam hal ini, statistika dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis mana yang akan dipakai dalam observasi dan tafsiran apa yang akan dihasilakan dari observasi tersebut.
b.      Hipotesis.
Untuk menerangkan fakta yang diobservasi dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam sebuah hipotesis, atau teori, yang menggambarkan sebuah pola yang menurut anggapan ditemukan dalam tata tersebut.dalam tahap kedua ini, statistika membantu kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi dalam mengembangkan hipotesis.
c.       Ramalan.
Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan itu memenuhi syarat deduksi akan merupakan sesuatu pengetahuan yang baru, yang belum diketahui sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan dari teori. Nilai dari suatu teori tergantung dari kemampuan ilmuan yang menghasilkan pengetahuan baru tersebut. Fakta baru ini disebut ramalan, bukan dalam pengertian menuju hari depan, namun menduga apa yang akan terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu.
d.      Pengujian Kebenaran.
Ilmuwan lalu mengumpulakan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori. Mulai dari tahap ini, keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang seperti sebuah siklus. Dalam tahap ni sebuah hipotesis dianggap teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkan berupa fakta.
Dalam kegiatan keilmuan yang sebenarnya, keempat langkah ini jalin-menjalin sedemikian eratnya, sehingga sukar untuk menggambarkan perkembangan suatu penyelidikan keilmuan dengan skema yang kaku tersebut.
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang managemen. Statistika diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian produksi, kebijaksanaan penanaman modal, control kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industry, ramalan ekonomi, auditing, pemilihan risiko dalam pemberian kredit, dan masih banyak lagi. Singkatnya statistika adalah alat yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah yang timbul dalam penelaahan secara empiris hamper disemua bidang.
5.      Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika, dan Statistika
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu sama lain.
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang berkaitan erat dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa. Seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, maka seseorang tidak dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan teratur
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sah”. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, diantaranya, penarikan kesimpulan dengan cara logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan umum. Sedangkan logika deduktif membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual.
Penalaran secara umum dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasu yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduksi adalah cara berpikir di ,mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang akan ditempuh agar memperoleh pengetahuan dengan benar.
Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah agar dapat melakukan kegiatan penelaahan ilmiah dengan baik untuk memperoleh pengetahuan yang benar sehingga dapat meningkatkan kemakmuran hidup.
Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat bantu yang berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah berfungsi hanyalah sebagai alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar memperoleh ilmu.
Bahasa merupakan sarana mengkomunikasikan cara-cara berpikir sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa, seseorang tidak akan dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan benar.
Logika sebagai sarana berpikir ilmiah mengarahkan manusia untuk berpikir dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar. Logika membantu manusia dapat berpikir dengan sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan berpikir dengan benar maka harus menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang logis. Logika dapat membedakan antara proses berpikir yang benar dan proses berpikir yang salah.
Statistika tidak boleh dipandang sebelah mata oleh orang yang ingin mampu melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Penguasaan statistika sangat diperlukan bagi orang-orang yang akan menarik kesimpulan dengan sah. Statistika harus dipandang sejajar dengan matematika. Kalau matematika merupakan sarana berpikir deduktif maka orang dapat menggunakan statistika untuk berpikir induktif. Berpikir deduktif dan berpikir induktif diperlukan untuk menunjang kegiatan ilmiah yang benar sehingga akan menghasilkan suatu pengetahuan yang benar pula.



DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Amsal. (2011). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Suriasumantri, Jujun S. (2010). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sumarna, Cecep. (2008). Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press.

Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku Cetak SMA